oleh

Seremoni Pemda, Jerat Pinjol, dan Nasib UMKM yang Terus Bertahan Hidup

Sawahlunto, TargetOnlineNews.com – UMKM disebut sebagai tulang punggung ekonomi nasional, tapi di banyak daerah nasibnya tak lebih dari bahan seremoni pejabat. Program pendampingan hanya ramai saat acara seremonial, sementara ribuan pedagang kecil tetap terjebak di level “bertahan hidup”. Lebih parah lagi, minimnya akses pembiayaan yang sehat membuat sebagian UMKM terperosok dalam jebakan pinjaman online (pinjol) dengan bunga mencekik.

Gerakan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di Indonesia memang tumbuh subur di setiap sudut negeri. Dari pedagang pecel di pinggir jalan, penjual cilok di sekolah, hingga toko kelontong di desa, semua berkontribusi menjaga denyut ekonomi rakyat. Namun, tanpa pendampingan yang serius dan terstruktur, banyak dari mereka hanya bergerak di lingkaran stagnasi.

Di titik inilah Pusat Layanan Usaha Terpadu (PLUT) semestinya hadir sebagai solusi. Anggota Komisi VII DPR RI, Siti Mukaromah, menegaskan bahwa PLUT adalah jawaban konkret untuk mengawal UMKM agar benar-benar naik kelas.

“PLUT ini bukan hanya tempat mengurus dokumen, tetapi wadah strategis untuk mengawal UMKM naik kelas. Mulai dari packaging, konsultasi pemasaran, legalitas, hingga strategi usaha, semua harus terintegrasi di sini,” kata Siti, Jumat (19/9/2025).

Sayangnya, di banyak daerah, PLUT justru terjebak menjadi simbol kebijakan yang berhenti pada seremoni. Pemerintah daerah lebih sibuk memotong pita, berfoto dengan produk lokal, atau menggelar pelatihan instan yang tanpa tindak lanjut. Hasilnya, UMKM tetap meraba-raba jalan sendiri, tanpa peta yang jelas menuju kemandirian usaha.

Ketiadaan pendampingan yang nyata membuat sebagian pelaku UMKM mencari “jalan pintas” melalui pinjol. Alih-alih membantu, pinjol justru menjerat mereka dengan bunga mencekik, memperparah beban hidup, dan pada akhirnya menggerus semangat untuk berkembang.

Siti Mukaromah menyoroti pedagang ultra mikro yang sehari-hari hanya berharap cukup untuk makan hari itu. Mereka adalah wajah UMKM paling rentan, dan jika tidak dikawal, mereka akan terus menjadi korban stagnasi.

Dengan pendampingan yang menyeluruh, PLUT bisa menjadi pintu masuk bagi akses pembiayaan yang sehat, peluang pasar yang lebih luas, serta inovasi produk yang berdaya saing. Namun, semua itu mustahil tercapai jika pemerintah daerah hanya menjadikan UMKM sebagai bahan pencitraan.

Keberadaan PLUT seharusnya menjadi investasi jangka panjang untuk memperkuat ekonomi rakyat, bukan proyek seremonial yang sekadar mempercantik laporan kinerja. Selama paradigma pemerintah daerah masih berhenti di permukaan, UMKM akan tetap berputar di lingkaran kemiskinan, bahkan makin rentan terjerat jebakan pinjol.

UMKM tidak butuh janji manis. Mereka butuh pendampingan terstruktur, berkelanjutan, dan nyata. Tanpa itu, slogan “UMKM naik kelas” hanya akan jadi jargon kosong—sementara para pedagang kecil terus berjuang sendirian, dengan risiko terjebak utang berbunga tinggi yang kian mencekik. (Ris1)

banner 336x280

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *