SAWAHLUNTO, TargetOnlineNews.com– Di banyak momen seremoni pemerintahan, kita sering melihat para pejabat tampil anggun memakai songket—terutama Songket Silungkang, salah satu warisan budaya tertua dari ranah Minangkabau. Kain itu terlihat mewah, penuh makna, dan berkelas. Namun pertanyaannya: apakah songket hanya akan jadi kostum panggung saat acara adat, tanpa ada upaya serius menyelamatkan nyawa tradisinya?
Karena yang tak terlihat dari balik motif indah songket itu adalah kisah pengrajin yang mulai kelelahan menjaga tradisi di tengah arus zaman yang cepat dan penuh tantangan. Regenerasi lemah, pasar tak stabil, dan minat generasi muda makin menipis. Sayangnya, banyak perhatian pemerintah masih sebatas simbolik.
*Songket Silungkang: Di Antara Kemewahan dan Keterpinggiran*
Tenunan Songket Silungkang bukan sekadar barang kerajinan. Ia adalah warisan nilai, filosofi, dan identitas lokal yang telah hidup ratusan tahun. Tapi realita hari ini, songket justru berada dalam posisi yang rentan. Pengrajin senior makin sedikit, alat tenun tradisional makin sunyi, dan anak muda lebih tertarik jadi content creator ketimbang mewarisi teknik nenek moyang.
Di tengah kondisi itu, pemerintah daerah seharusnya menjadi ujung tombak pelestarian. Bukan cuma menyebut songket sebagai “kebanggaan daerah” dalam pidato seremoni, tapi benar-benar menyiapkan ekosistem yang hidup dan produktif untuk tradisi ini bertahan.
*Apa yang Kurang? Banyak. Tapi Bisa Dimulai dari Keseriusan*
Selama ini, dukungan untuk Songket Silungkang seringkali parsial. Ada pelatihan, ada pameran, ada lomba. Tapi semuanya bersifat proyek dan sesaat. Yang dibutuhkan adalah program jangka panjang, kebijakan berkelanjutan, dan keberpihakan nyata.
Beberapa hal yang bisa—dan seharusnya—dilakukan pemerintah daerah antara lain:
– Membangun pusat regenerasi tenun yang terintegrasi dengan pendidikan vokasi budaya.
– Memberikan insentif ekonomi dan jaminan sosial kepada para pengrajin aktif, agar mereka tidak hanya bertahan hidup, tapi juga berkembang.
– Memfasilitasi promosi dan pemasaran digital secara profesional, termasuk kolaborasi dengan desainer muda.
– Mengatur regulasi penggunaan songket lokal dalam acara resmi pemerintahan dan sekolah, bukan hanya sebagai simbol, tapi juga penggerak permintaan pasar.
Pemerintah perlu memposisikan diri bukan hanya sebagai penonton atau pengguna produk budaya, tapi sebagai penggerak sistemik. Karena warisan budaya tidak akan lestari kalau hanya dibanggakan di podium, tapi tidak diberdayakan di lapangan.
*Tak Cukup Bangga, Harus Berdaya*
Songket Silungkang tidak butuh tepuk tangan. Ia butuh tangan-tangan yang benar-benar bekerja. Pemerintah tidak bisa hanya menunggu Lembaga adat atau komunitas kecil yang berjibaku di level akar rumput. Butuh kebijakan politik kebudayaan yang berpihak, konsisten, dan punya visi jangka panjang.
Selama songket hanya dijadikan busana seremoni, bukan bagian dari strategi kebudayaan yang hidup, maka kita sedang menyulam kehancuran tradisi dengan benang ketidaksadaran.
Jadi, pertanyaannya sekarang: apakah pemerintah benar-benar ingin menyelamatkan Songket Silungkang? Atau hanya menjadikannya latar belakang foto saat peringatan hari jadi kota?
Karena pada akhirnya, kebudayaan bukan hanya warisan untuk dikenang, tapi amanah untuk diperjuangkan. (Ris1)
—
#SongketSilungkang #BudayaMinangkabau #WarisanTakBenda #PemerintahBergerak #LestarikanDenganTindakan
Komentar